Hukum Menghadiri Majelis Dzikir dari Tempat yang Jauh dengan Menggunakan Kendaraan

 BAB I

Menghadiri Majelis Ilmu dan Dzikir

Majelis ilmu dan dzikir, yang dikenal dengan nama Majelis Dzikir Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani ra., merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap malam Jumat di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember. Pada malam lainnya, amalan ini tersebar di kelompok masing-masing jamaah atau diamalkan sendiri-sendiri. Pada setiap malam Jumat Legi, para jamaah dari berbagai daerah hadir ke Al-Qodiri Jember.

PEMBAHASAN

A. Hukum Menghadiri Majelis Dzikir dari Tempat yang Jauh dengan Menggunakan Kendaraan

Menyelenggarakan majelis ilmu dan dzikir manaqib adalah salah satu bentuk amar makruf nahi mungkar. Walaupun hukum aslinya fardu kifayah, Al-Qur'an menyaksikan bahwa para penyelenggaranya adalah orang-orang yang saleh dan beruntung.

Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِ لَى الْخَيْرِ وَيَأْ مُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (آلِ عِمْرَانَ ١٠٤)

"Dan hendaklah ada di antara kamu, segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, dan menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran ayat 104)

يُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، وَيَأْ مُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَا رِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ، وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (آلِ عِمْرَانَ ١١٤)

"Mereka beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, dan mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan segera (mengerjakan) kebajikan, dan mereka itulah termasuk orang-orang yang saleh." (QS. Ali Imran ayat 114)

Begitu pentingnya amar makruf nahi mungkar, sehingga Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا عَظَّمَتْ أُمَّتِيْ الدُّنْيَا، نُزِعَتْ مِنْهَا هَيْبَةُ الْإِسْلاَمِ، وَإِذَا تَرَكَتِ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ حُرِّمَتْ بَرَكَةُ الْوَحْيِ، وَإِذَا تَسَا بَّتْ أُمَّتِيْ سَقَطَتْ مِنْ عَيْنِ اللهِ (رَوَاهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَالْحَكِيْمُ التِّرْمِذِيُّ)

"Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, 'Apabila umatku telah mengagung-agungkan dunia, maka wibawa Islam dicabut dari umat, dan apabila umatku telah meninggalkan amar makruf nahi mungkar, maka diharamkan keberkahan wahyu, dan apabila umatku telah saling mencela, maka jatuhlah dari pandangan mata Allah SWT.'" (HR. Ibnu Abid Dunya dan Al-Hakim At-Tirmidzi)

Umat Nabi Muhammad SAW juga dikatakan sebagai umat terbaik karena gemar melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Para ulama bahkan dikatakan sebagai pewaris para nabi.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ (آلِ عِمْرَانَ ١١٠)

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan (kamu) beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran ayat 110)

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ (رَوَاهُ أَبُوْ دَا وُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ بِسَنَدٍ مُنْقَطِعٍ وَقَالَ الْبُخَارِيُّ إِنَّ لَهُ سَنَدًا آخَرَ أَصَحَّ مِنْ هَذَا .... نُقِلَ مِنْ كِتَابِ التَّاجِ الْجَامِعِ لِلْأُصُولِ مِنْ أَحَادِ يْثِ الرَّسُوْلِ ج ١- صَحِيفَةْ ٥٨)

"Dari Abu Dardak ra berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi.'" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dikutip dari Kitab At-Tajul Jami' Lil Ushul min Ahadisir Rasul juz 1, hal. 58)

Para ulama memiliki cara yang beragam dalam beramar makruf nahi mungkar, sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

لاَ تَدْخُلُوْا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوْا مِنْ أَبْوَا بٍ مُتَفَرِّقَةٍ (يُوْسُفُ ٦٧)

"Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda." (QS. Yusuf ayat 67)

Metode dakwah para ulama antara lain:

  1. Mengarang kitab atau buku-buku ilmiah.

  2. Mendirikan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan lainnya.

  3. Mendirikan pondok pesantren dan madrasah diniyah.

  4. Mendirikan sekolah formal.

  5. Melalui jalur politik praktis.

  6. Menyelenggarakan majelis dzikir seperti tahlilan, shalawatan, yasinan, dan manaqiban.

  7. Melalui media seperti kaset, radio, TV, film, dan drama.

Intinya, semua cara tersebut bertujuan untuk mengajak umat mengenal dan beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Minhajul Abidin:

إِعْلَمْ، أَنَّ الْعِلْمَ وَالْعِبَادَةَ جَوْهَرَانِ نَافِعَانِ، لِأَجْلِهِمَا كَانَ كُلُّ مَا تَرَى وَتَسْمَعُ مِنْ تَصْنِيْفِ الْمُصَنِّفِيْنَ وَتَعْلِيْمِ الْمُتَعَلِّمِيْنَ وَوَعْظِ الْوَاعِظِيْنَ وَنَظْرِ النَّاظِرِيْنَ، بَلْ لِأَجْلِهِمَا أُنْزِلَتِ الْكُتُبُ وَأُرْسِلَتِ الرُّسُلُ، بَلْ لِأَجْلِهِمَا خُلِقَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَا فِيْهِنَّ مِنَ الْخَلْقِ (سِرَاجُ الطَّالِبِيْنَ عَلَى شَرْحِ مِنْهَا جِ الْعَابِدِيْنَ، ج ١ – صَحِيفَةْ ٧١)

"Ketahuilah, bahwa ilmu (mengetahui Allah) dan beribadah (kepadanya) adalah dua mutiara yang bermanfaat. Karena keduanya, maka ada apa yang kamu lihat dan dengar dari karangan orang yang mengarang, didikan orang yang mengajar, nasihat orang yang memberi nasihat, dan pikiran orang yang berpikir. Bahkan karena keduanya, kitab-kitab suci diturunkan dan para rasul diutus. Bahkan karena keduanya, langit dan bumi serta isinya diciptakan oleh Allah SWT." (Sirajut Thalibin, Syarah Minhajul Abidin, juz 1, hal. 71)

Tujuan inilah yang mendasari diselenggarakannya Majelis Dzikir Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani RA setiap malam Jumat di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.

Lalu, bagaimana dengan hadis yang melarang mengencangkan kendaraan kecuali ke tiga masjid?

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ، إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَا جِدَ، مَسْجِدُ الْحَرَامِ وَمَسْجِدُ الرَّسُوْلِ صلعم وَمَسْجِدُ الْأَقْصَى (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)

"Dari Abu Hurairah RA berkata, bahwa Nabi SAW telah bersabda, 'Tidak boleh dikencangkan kendaraan (bersusah payah), kecuali pergi ke tiga masjid: Masjidil Haram Mekkah, Masjidnya Rasul di Madinah, dan Masjidil Aqsa Palestina.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Apakah hadis ini berarti haram bepergian jauh ke tempat lain, seperti ke maqam wali atau ke Al-Qodiri Jember?

Jawabannya: Maksud hadis tersebut adalah untuk menunjukkan keutamaan salat di ketiga masjid itu. Ini dijelaskan dalam hadis lain:

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الصَّلاَةُ فِي مَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ، وَالصَّلاَةُ فِي مَسْجِدِيْ بِأَلْفِ صَلاَةٍ وَالصَّلاَةُ فِي بَيْتِ الْمُقَدَّ سِ بِخَمْسِ مِائَةِ صَلاَةٍ (رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ فِي الْكَبِيْرِ وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيحِهِ، التَّرْغِيْبُ وَالتَّرْغِيْبُ لِلْمُنْذِرِيِّ ج ٢- ص ١٤٠)

"Dari Abu Dardak RA berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, 'Salat di Masjidil Haram dengan (lipatan) 100.000 salat, dan salat di masjidku dengan (lipatan) 1000 salat, dan salat di Baitul Muqaddas dengan (lipatan) 500 salat.'" (HR. Thabrani dan Ibnu Khuzaimah, dikutip dari At-Targhib Wat-Tarhib Lil Mundziri, juz 2, hal. 140)

Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdillah Ba'alawi dalam kitab Syarah Ratibul Haddad menjelaskan:

لِأَنَّ الْمَسَا جِدَ، بَعْدَ الْمَسَا جِدِ الثَّلاَثَةِ مُتَمَاثِلَةٌ، فَلاَ بَلْدَةَ إِلَّا وَفِيْهَا مَسْجِدٌ فَلاَ مَعْنَى إِلَى الرِّحْلَةِ إِلَى مَسْجِدٍ آخَرَ.... نَعَمْ، لَوْ كَانَ فِيْ مَوْضِعٍ لاَ مَسْجِدَ لَهُ، فَلَهُ الرِّحْلَةُ إِلَى مَوْضِعٍ، فِيْهِ مَسْجِدٌ (شَرْحُ رَاتِبِ الْحَدَّادِ، صَحِيفَةُ ١٠٥)

"Sebab masjid-masjid (yang ada di dunia ini) setelah tiga masjid itu adalah sama (keutamaannya). Sedangkan di setiap negeri ada masjidnya masing-masing. Maka, tidak ada gunanya pergi ke masjid yang lain. Ya, memang benar, apabila di suatu tempat tidak ada masjidnya, maka baginya untuk pergi ke tempat yang ada masjidnya." (Syarah Kitab Ratibul Haddad, hal. 105)

Jadi, yang dilarang adalah bersusah payah pergi ke masjid di negeri lain yang keutamaannya sama. Namun, jika tujuannya bukan untuk salat yang keutamaannya sama, melainkan untuk tujuan lain yang mulia, maka diperbolehkan.

Jika hadis tersebut diartikan secara sempit, maka umat Islam akan berada dalam kesulitan, di antaranya:

  1. Tidak boleh melakukan penelitian ilmiah untuk mencari bukti-bukti kebesaran Allah SWT.

  2. Tidak boleh mengembara mencari ilmu ke berbagai negeri, padahal ini dianjurkan Al-Qur'an.

  3. Tidak boleh menghadiri majelis dzikir yang dihadiri oleh orang-orang dari berbagai negeri.

  4. Tidak boleh berziarah ke masjid bersejarah, padahal Nabi SAW sendiri berziarah ke Masjid Quba' setiap hari Sabtu.

  5. Tidak boleh silaturahmi ke saudara yang jauh di ujung negeri.

  6. Tidak boleh datang pada orang alim yang tempatnya jauh untuk meminta bimbingan.

  7. Tidak boleh datang ke orang alim yang tempatnya jauh hanya untuk mengetahui ajaran agama Islam, sebagaimana dilakukan oleh rombongan Abdul Qois.

Berikut adalah dalil-dalil yang mendukung diperbolehkannya bepergian jauh untuk tujuan yang mulia:

١. قُلْ سِيْرُوْا فِي الْأَرْضِ، فَا نْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَا قِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ (الْأَنْعَامُ ١١)

"Katakanlah (hai Muhammad), jelajahilah bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu." (QS. Al-An'am ayat 11)

فَـمَعْنَاهُ، إِبَاحَةُ السَّيْرِ فِي الْأَرْضِ لِلتِّجَارَةِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْمَنَافِعِ (تَفْسِيْرُ الْمَنَّارِ، لِمُحَمَّدِ رَشِيْدِ رِضَا، ج ٧ – صَحِيفَةْ ٢٣٢)

"Maka maknanya adalah kebolehan berjalan menjelajahi bumi, untuk berdagang dan selainnya untuk mendapatkan banyak manfaat (dunia atau akhirat)." (Tafsir Al-Mannar, karya Muhammad Rasyid Ridha, juz 7, hal. 232)

٢. وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيُنْفِرُوْا كَافَةً، فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ (التَّوْبَةْ ١٢٢)

"Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah ayat 122)

٣. عَنْ عَمْرٍو بْنِ عَبَسَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ، سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ، عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ، وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ رِجَالٌ، لَيْسُوا بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ، يَغْشَى بَيَاضُ وُجُوْهِهِمْ نَظْرَ النَّاظِرِيْنَ، يَغْبِطُهُمُ النَّبِيُّوْنَ وَالشُّهَدَاءُ بِمَقْعَدِهِمْ وَقُرْبِهِمْ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قِيْلَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ هُمْ؟ قَالَ، هُمْ جُمَّاعٌ مِنْ نَوَا زِعِ الْقَبَائِلِ، يَجْتَمِعُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ... جُمَّاعٌ، مَعْنَاهُ، أَخْلَطَ مِنْ قَبَائِلَ مُخْتَلِفَةٍ وَبِلاَ دٍ شَتَّى، مِنْ نَوَا زِعِ الْقَبَائِلِ اى مِنْ غُرَبَائِهِمْ... (رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ وَإِسْنَا دُهُ حَسَنٌ، وَعَزَاهُ الْهَيْثَمِيُّ فِي مَجْمَعِ الزَّوَا ئِدِ ج ١٠- ص ٧٧، وَلِلطَّبْرَانِيِّ فِي الْكَبِيْرِ وَقَالَ رِجَالُهُ مَوْثُوْقُوْنَ، الْمُتَّجِرُ الرَّابِحُ صَحِيفَةْ ٣١٢)

"Dari Umar bin 'Abasah RA berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Dari sebelah kanannya Zat Yang Maha Kasih (Allah), ada beberapa orang laki-laki yang bukan para nabi dan bukan orang-orang yang mati syahid. Putih wajah mereka menutupi pandangan orang yang memandang. Para nabi AS dan orang-orang yang mati syahid iri dengan kedudukan dan kedekatan mereka dengan Allah SWT Yang Maha Luhur dan Maha Agung.' Para sahabat bertanya, 'Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Mereka itu adalah orang-orang asing yang berkumpul dari berbagai kabilah (negeri jauh terpencar), hanya untuk berzikir kepada Allah SWT.'" (HR. Thabrani dengan sanad hasan, dikutip dari Majma'uz Zawaid juz 10, hal. 77 dan Al-Muttajirur Rabih, hal. 312)

٤. عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ، كَانَ النَّبِيُّ صلعم يَزُوْرُ قُبَاءَ أَوْ يَأْتِيْ قُبَاءَ، رَاكِبًا وَمَا شِيًا، زَادَ فِي رِوَايَةٍ، فَيُصَلِّي فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

"Dari Ibnu Umar RA berkata, 'Adalah Rasulullah SAW berziarah atau datang ke Masjid Quba' dengan mengendarai dan berjalan kaki... Dalam riwayat lain ada tambahan bahwa beliau melaksanakan salat dua rakaat di Masjid Quba'.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

٥. عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلعم، قَالَ، أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِرِجَا لِكُمْ فِي الْجَنَّةِ، قُلْنَا، بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ، النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالصِّدِّيْقُ فِي الْجَنَّةِ، وَالرَّجُلُ يَزُوْزُ أَخَاهُ فِي نَاحِيَةِ الْمِصْرِ، لاَ يَزُوْرُهُ إِلاَّ للهِ فِي الْجَنَّةِ (رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ وَالصَّغِيْرِ)

"Dari Anas RA, dari Nabi SAW bersabda, 'Ingatlah, Aku beritahu kamu tentang laki-laki yang menjadi penduduk surga... Seorang nabi di surga, As-siddiq di surga, dan seorang laki-laki yang berziarah pada saudaranya yang ada di ujung negeri, yang tidak berziarah kecuali karena Allah SWT, juga di dalam surga.'" (HR. Thabrani, dikutip dari At-Targhib Wat-Tarhib, juz 3, hal. 248)

٦. عَنْ أَبِي سَعِـيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صلعم قَالَ، كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا... (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

"Dari Abu Sa'id Al-khudri RA berkata, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, 'Dahulu pada umat sebelum kamu, ada seorang yang telah membunuh 99 orang...'" (HR. Bukhari Muslim)

Hadis ini menceritakan kisah orang yang membunuh 100 jiwa, yang pergi ke tempat yang jauh untuk bertaubat atas anjuran seorang alim.

٧. عَنْ أَبِي جُمْرَةَ قَالَ، كُنْتُ أُتَرْجِمُ بَيْنَ ابْنِ عَبَّاسٍ وَبَيْنَ النَّاسِ، فَقَالَ إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ أَتَوْا النَّبِيَّ صلعم، فَقَالَ، مَنِ الْوَفْدُ أَوْ مَنِ الْقَوْمُ، قَالُوْا، رَبِيْعَةُ، فَقَالَ، مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزَا يَا وَلاَ نَدَامَى، قَالُوْا، إِنَّا نَأْتِيْكَ مِنْ شِقَّةٍ بَعِيْدَةٍ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذاَ الْحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ، وَلاَ نَسْتَطِيْعُ أَنْ نَأْتِيَكَ إِلاَّ فِي شَهْرِ الْحَرَامِ، فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نُخْبِرُ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا نَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ... (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ ج ١ – صَحِيفَةْ ٥٠، نَمْرَةُ الْحَدِ يْثِ ٨٧)

"Dari Abu Jamrah RA berkata, 'Aku adalah penterjemah antara Ibnu Abbas dan manusia. Maka beliau berkata, 'Bahwa rombongan Abdul Qois datang menemui Nabi SAW. Lalu beliau berkata, 'Selamat datang dengan rombongan atau kaum, tanpa susah dan penyesalan.' Kemudian rombongan berkata, 'Kami datang kepadamu, ya Rasulullah, dari belahan bumi yang jauh, dan antara kami dan engkau dipisah dengan Bani Hay dari orang kafir Bani Mudhor, dan kami tidak bisa mendatangimu, kecuali di bulan haram. Maka berilah kami perintah dengan suatu perkara yang akan kami beritahukan kepada orang-orang yang ada di belakang kami, yang dengannya kami bisa masuk surga.'" (HR. Bukhari juz 1, hal. 50, no. hadis 87)

Posting Komentar untuk "Hukum Menghadiri Majelis Dzikir dari Tempat yang Jauh dengan Menggunakan Kendaraan"