Sejarah
Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur’an
A. Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pada masa Rasulullah SAW, wahyu
diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih dua puluh tiga tahun.
Ayat-ayat Al-Qur’an disampaikan kepada umat manusia melalui perantaraan
malaikat Jibril. Setiap kali wahyu turun, Rasulullah SAW membacakannya kepada
para sahabat yang kemudian menghafalkannya. Di samping itu, sebagian sahabat
juga menuliskannya pada berbagai media sederhana, seperti pelepah kurma, batu
tipis, kulit binatang, dan tulang belulang[1].
Rasulullah SAW menaruh perhatian besar
terhadap pelestarian wahyu. Beliau menunjuk sejumlah sahabat sebagai kuttāb
al-wahy (penulis wahyu), antara lain Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka‘ab, Ali bin
Abi Thalib, dan Mu‘awiyah bin Abi Sufyan. Mereka menulis wahyu sesuai petunjuk
langsung dari Rasulullah SAW, termasuk mengenai urutan ayat dan surat dalam
mushaf[2].
Namun demikian, pada masa Nabi SAW,
Al-Qur’an belum dibukukan dalam satu mushaf yang utuh. Hal ini karena wahyu terus
turun hingga menjelang wafat beliau. Selain itu, Al-Qur’an tetap dijaga melalui
dua jalur utama: hafalan para sahabat dan tulisan-tulisan yang tersebar di
berbagai tempat[3].
B.
Pengumpulan
Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.
Setelah Rasulullah SAW wafat, banyak
sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam peperangan, terutama pada
peristiwa perang Yamamah. Umar bin Khattab kemudian mengusulkan kepada Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq agar Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf agar tidak
terjadi kehilangan sebagian dari ayat-ayatnya[4].
Pada awalnya, Abu Bakar sempat ragu
karena tindakan tersebut belum pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun
setelah mempertimbangkan maslahat yang besar, beliau menerima usulan tersebut
dan menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin proses pengumpulan[5].
Zaid melaksanakan tugasnya dengan sangat
hati-hati. Ia tidak menuliskan suatu ayat sebelum dua orang saksi datang
membawa bukti hafalan dan tulisan yang sesuai dengan apa yang telah diajarkan
Rasulullah SAW. Hasilnya, terbentuklah satu mushaf lengkap yang kemudian
disimpan oleh Abu Bakar, lalu diwariskan kepada Umar bin Khattab, dan akhirnya
disimpan oleh Hafshah binti Umar[6].
C.
Pembukuan
Al-Qur’an pada Masa Utsman bin Affan r.a.
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman
bin Affan, Islam telah menyebar luas hingga ke wilayah Syam, Irak, dan Mesir.
Perbedaan dialek bacaan Al-Qur’an di berbagai daerah menimbulkan kekhawatiran
akan munculnya perselisihan di antara kaum muslimin. Melihat hal ini, Hudzaifah
bin al-Yaman mengusulkan kepada Khalifah Utsman untuk menstandarkan mushaf agar
seluruh umat Islam memiliki bacaan yang sama[7].
Utsman kemudian membentuk panitia khusus
yang dipimpin kembali oleh Zaid bin Tsabit, bersama Abdullah bin Zubair, Sa‘id
bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam. Mereka menyalin mushaf
yang disimpan oleh Hafshah binti Umar sebagai rujukan utama. Setelah selesai,
beberapa salinan mushaf tersebut dikirim ke berbagai wilayah Islam, seperti
Makkah, Kufah, Basrah, dan Syam. Khalifah Utsman juga memerintahkan agar mushaf
selain standar tersebut dibakar untuk mencegah perbedaan bacaan[8].
Tindakan Khalifah Utsman ini merupakan
tonggak penting dalam sejarah kodifikasi Al-Qur’an. Melalui kebijakan tersebut,
umat Islam memiliki satu standar mushaf yang dikenal sebagai Mushaf Utsmani,
yang hingga kini tetap digunakan di seluruh dunia Islam[9].
D.
Kesimpulan
Proses pengumpulan dan pembukuan
Al-Qur’an berlangsung dalam tiga tahap besar:
1. Masa
Nabi Muhammad SAW, wahyu diturunkan, dihafalkan, dan ditulis di berbagai media.
2. Masa
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., seluruh ayat dikumpulkan menjadi satu mushaf.
3. Masa
Utsman bin Affan r.a., mushaf diseragamkan dan disebarkan ke seluruh wilayah
Islam.
Upaya
tersebut menunjukkan kesungguhan para sahabat dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an
sebagai wahyu terakhir dari Allah SWT.
Daftar Pustaka
Ash-Shiddieqy,
M. Hasbi. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
al-Qaṭṭān,
Mannā‘ Khalīl. 2000. Mabāḥith fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Kairo: Maktabah
Wahbah.
as-Suyuthi,
Jalaluddin. 2008. Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Beirut: Dar al-Fikr.
Ash-Shalih,
Subhi. 1988. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-‘Ilm
lil-Malayin.
Ibnu
Hajar al-‘Asqalani. 1986. Fath al-Bari. Kairo: Dar al-Ma‘arif.
Ibnu
Katsir. 1996. Fadhā’il al-Qur’ān. Beirut: Dar al-Fikr.
al-Zarkasyi.
1997. Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr.
Shihab,
M. Quraisy. 2007. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
[1] M. Quraisy Shihab, Membumikan
Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung:
Mizan, 2007), hlm. 57.
[2] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm.
45.
[3] Mannā‘ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāḥith
fī ‘Ulūm al-Qur’ān (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), hlm. 134.
[4] Ibnu Katsir, Fadhā’il
al-Qur’ān (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 21.
[5] Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān
fī ‘Ulūm al-Qur’ān (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), hlm. 135.
[6] Subhi ash-Shalih, Mabahits
fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-‘Ilm lil-Malayin, 1988), hlm. 88.
[7] Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath
al-Bari (Kairo: Dar al-Ma‘arif, 1986), hlm. 392.
[8] al-Zarkasyi, Al-Burhan fi
‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), hlm. 250
[9] Manna‘ Khalil al-Qattan, Studi
Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 156.
Posting Komentar untuk "Sejarah Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur'an"