Catatan Pengajian Gerakan Shalat Berjama'ah (GSB) Masjid Ar-Rumi GWK

Bersama Ustadz H. Hadi Basuni
Tema: Menyambut Idul Adha

Alhamdulillah, pada pagi hari Ahad, 1 Juni 2025 M bertepatan dengan 5 Dzulhijjah 1446 H, jamaah Gerakan Shalat Berjama’ah (GSB) Masjid Ar-Rumi GWK kembali mengadakan pengajian rutin. Pengajian kali ini diisi oleh Ustadz H. Hadi Basuni dengan tema yang sangat relevan: Menyambut Idul Adha. Kegiatan ini menjadi momentum yang tepat untuk menyegarkan kembali semangat spiritual menyambut hari raya yang penuh makna ini.

Memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, umat Islam diseru untuk memperbanyak amal ibadah. Hari-hari ini merupakan hari yang dimuliakan oleh Allah SWT, karena jutaan umat Islam sedang menunaikan ibadah haji, sementara umat lainnya mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan dan penghormatan atas pengorbanan agung Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS.

Idul Adha juga disebut Idul Nahr, yang berarti hari penyembelihan. Sejarahnya berawal dari peristiwa luar biasa: ujian paling berat yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim AS. Karena kesabaran dan keteguhannya dalam menghadapi berbagai cobaan, Allah SWT mengangkatnya sebagai khalilullah (kekasih Allah). Ketika para malaikat mempertanyakan pilihan ini, Allah menegaskan bahwa penilaian terhadap Nabi Ibrahim tidak bisa dilakukan secara lahiriah, tetapi harus dilihat dari hati dan amalnya. Maka, Allah pun mengizinkan para malaikat untuk menguji keimanan Nabi Ibrahim.

Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim memiliki kekayaan luar biasa: ribuan ekor domba, lembu, dan unta. Ketika ditanya kepemilikan semua itu, beliau menjawab, “Semuanya milik Allah, hanya saja kini dititipkan padaku. Jika Allah meminta, semuanya akan aku serahkan, termasuk anakku.” Maka Allah pun menguji pernyataan tersebut melalui mimpi: perintah untuk menyembelih putranya, Ismail.

Peristiwa ini diabadikan dalam Surah As-Shaffat ayat 102, di mana Nabi Ibrahim berkata kepada anaknya bahwa ia bermimpi menyembelihnya. Dengan luar biasa, Ismail merespons, “Wahai Ayah, laksanakan apa yang diperintahkan, insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Shaffat: 102).

Keteguhan keduanya pun diuji, bahkan godaan iblis datang silih berganti kepada Ibrahim Keteguhan mereka ini menjadi dasar dari salah satu rukun haji: melempar jumrah, sebagai simbol perlawanan terhadap godaan iblis.

Di saat pelaksanaan penyembelihan, Ismail bahkan meminta ayahnya untuk mengikat tangan dan kakinya, agar tidak menyulitkan ayahnya. Ia pun memohon agar bajunya dilepas, diasah pisaunya, dan salamnya disampaikan kepada ibunda. Namun saat pisau diletakkan di leher Ismail, tak terjadi apapun. Pisau itu tidak mempan, bahkan berbalik arah. Ketika Nabi Ibrahim mencoba memotong batu, pisau itu mampu membelahnya. Pisau itu pun “berkata” bahwa ia lebih memilih taat pada Allah daripada manusia, karena Allah telah melarangnya memotong.

Lalu Allah SWT mengutus Malaikat Jibril membawa seekor kambing dari surga sebagai pengganti. Allah pun menyeru agar Nabi Ibrahim menghentikan niat menyembelih anaknya. Allah telah menerima keikhlasan dan ketundukan mereka berdua. Peristiwa ini diabadikan dalam Surah As-Shaffat ayat 107-110:

107: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
108: Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
109: (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”
110: Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Ketika kambing itu datang, Malaikat Jibril berseru “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”, disambut oleh Nabi Ibrahim “Laailahaillallahu Allahu Akbar”, dan dilanjutkan oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamd”. Takbir yang kita lafazkan hari ini pun adalah warisan dari peristiwa agung tersebut.

Ustadz Hadi Basuni menekankan beberapa pelajaran penting dari peristiwa kurban:

  1. Mendekatkan diri kepada Allah SWT
    Melalui pelaksanaan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban, kita mempererat hubungan spiritual dengan Sang Pencipta.

  2. Mengajarkan nilai pengorbanan
    Seperti ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail, yang rela melepaskan hal paling dicintai demi taat kepada Allah SWT.

  3. Menumbuhkan semangat berbagi
    Ibadah kurban menjadi sarana berbagi kebahagiaan, terutama kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan.

Perbedaan Qurban dan Zakat

  • Qurban dapat diberikan kepada siapa saja, termasuk tetangga dan kerabat.

  • Zakat, sebaliknya, hanya diberikan kepada delapan golongan (asnaf), seperti fakir, miskin, amil, dan lainnya.

Makna Berkurban

  • Sebagai bentuk sedekah dan empati kepada yang kurang mampu.

  • Mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW.

  • Melatih keikhlasan, berlawanan dengan kisah Qorun yang kufur setelah diberi kekayaan.

  • Menghidupkan dzikir dan ketaatan kepada Allah.

  • Meninggalkan larangan dan hawa nafsu, sebagaimana pengorbanan Ibrahim yang hakiki.

Syarat Hewan Qurban

Ustadz Hadi juga mengingatkan bahwa hewan kurban harus memenuhi kriteria:

  • Sehat dan tidak cacat,

  • Cukup umur: kambing minimal 1 tahun, sapi dan unta lebih dari itu,

  • Tidak kurus dan tidak kehilangan sebagian besar giginya.

Demikianlah catatan hikmah dari pengajian GSB Masjid Ar-Rumi GWK. Semoga kita semua bisa meneladani keteguhan iman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, serta memaknai Idul Adha sebagai momentum memperkuat keikhlasan dan kepedulian sosial.


Untuk Videonya bisa dilihat di bawah ini : 

Posting Komentar untuk "Catatan Pengajian Gerakan Shalat Berjama'ah (GSB) Masjid Ar-Rumi GWK"