Profil KH. Achmad Muzakki Syah

 

Asal-Usul dan Latar Belakang Keluarga

KH. Achmad Muzakki Syah lahir di desa Kedawung, Patrang, Jember pada Ahad Manis, 9 Agustus 1948. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Achmad Syaha dan Nyai Hj. Siti Fatimatuzzahra binti KH. Syadali. Sejak kecil, karena bertugas mengasuh adiknya, Moh. Mahsun, Muzakki secara alami telah terbiasa dengan peran kepemimpinan, yang diwujudkan melalui sikap mengayomi, sabar, mengalah, dan penuh kasih sayang—karakter dasar yang kelak menjadi modalnya dalam memimpin umat.

Ayah beliau, KH. Achmad Syaha, dikenal luas sebagai ulama yang sangat wara', tawadlu', allamah (berilmu luas), dan zuhud di masanya. KH. Achmad Syaha pernah menuntut ilmu di Pondok Pesantren "Al-Wafa" Tempurejo, Jember, di bawah bimbingan waliyullah KH. Ali Wafa, selama 23 tahun. Meskipun memiliki kedalaman ilmu, beliau memilih untuk menyembunyikan eksistensi dirinya (bersikap khumul), konon demi kemuliaan putra-putrinya di masa depan.

Kisah spiritual mengiringi kelahiran Muzakki. Menurut KH. Ainul Yaqin, selama Nyai Hj. Siti Fatimatuzzahra mengandung (saat usia kehamilan 2 bulan), KH. Achmad Syaha rutin mengkhatamkan Al-Qur'an seminggu sekali dan Kitab Nur Burhan (manaqib Syekh Abdul Qodir Jailani) setiap Subuh. Bahkan, setiap malam Jumat, meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit, beliau menyembelih ayam untuk mengadakan dzikir manaqib bersama tetangga. Keistiqomahan ini diyakini mendatangkan karamah. KH. Abdullah Jailani (alm) bercerita bahwa Sang Abah pernah didatangi Rijalul Ghaib (guru spiritualnya, yang diyakini sebagai Sulthon Abdur Rahman, cucu Bindara Saut dari Madura) yang menyatakan melihat cahaya terang dari majelis manaqib tersebut, ditujukan untuk calon putranya, Muzakki.

Silsilah keluarga KH. Achmad Syaha dikenal sangat taat beragama, dengan tema pembicaraan yang sering berkisar pada kisah ulama sepuh, karamah, dan hal-hal gaib. KH. Achmad Syaha juga dikenal sebagai sosok yang dermawan, penyayang, sabar, dan tidak pernah menyimpan rasa benci. Pemberian nama Muzakki (yang berarti penunaikan zakat atau dermawan) kepada anak keduanya ini didasari harapan agar kelak sang anak juga menjadi pribadi yang gemar bersedekah. Lingkungan inilah yang membentuk karakter Muzakki hingga dewasa.

Riwayat Pendidikan dan Kelana Spiritual

Pendidikan formal KH. Achmad Muzakki Syah dimulai di SDN Kademangan pada usia 7 tahun. Setelah lulus, beliau sempat nyantri setahun di Pesantren Gontor, Ponorogo. Kemudian, beliau melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah 02 Jember. Jiwa pencari ilmu membawanya ke berbagai pesantren. Beliau pernah singgah di Pesantren Darul Ulum Peterongan, Jombang, di bawah asuhan KH. Musta'in Romli, sebelum akhirnya kembali ke Jember dan mondok di Pesantren Al-Fattah Jember bersama KH. Dhofir Salam, sembari menempuh pendidikan di SP IAIN dan kuliah di IAIN Sunan Ampel Jember.

Masa remajanya dihabiskan tidak hanya di dalam pondok, tetapi justru banyak digunakan untuk kelana spiritual (tabarukan). Beliau sering mengunjungi ulama sepuh, para wali, dan ahli karamah, terutama di Jawa Timur. Bahkan, saat di Al-Fattah, beliau rutin bersama gurunya, KH. Dhofir, sowan kepada Waliyullah KH. Abdul Hamid Pasuruan.

Pada tahun 1971, muncul kembali keinginan kuat dalam diri Kyai Muzakki untuk memperdalam ilmu dan pengalaman. Setelah mendapat restu orang tua dan istrinya—meskipun harus meninggalkan istri yang baru dinikahi setahun dan putra sulung yang baru berusia tujuh bulan—beliau berangkat mengikuti KH. Masyhurat, seorang ulama fenomenal dari Madura.

Atas saran guru-gurunya, beliau melanjutkan pengembaraan spiritual ke Pulau Madura, yang dikenal sebagai pulau agamis dan banyak melahirkan ulama besar. Di sana, beliau kembali melakukan 'sowan untuk tabarrukan' ke sejumlah ulama dan pesarean (makam) para masyayikh dan auliya', termasuk Syaikhona Cholil Bangkalan dan Kyai Abu Syamsuddin Batu Ampar.

Puncak perjalanan spiritual beliau adalah saat bertemu dengan Sulthon Abdur Rahman (Rijalul Ghaib), yang tak lain adalah guru dari Abah beliau sendiri. Kyai Muzakki mengakui bahwa tempaan dari Sulthon Abdur Rahmanlah yang paling signifikan membentuk peta nurani, struktur kognisi, dan corak spiritual beliau. Di bawah bimbingan beliau, Kyai Muzakki mendapatkan pengalaman batin dan syahadah spiritual yang luar biasa.

Silsilah Keturunan

Meskipun KH. Achmad Muzakki Syah sering berpesan bahwa kemuliaan seseorang ditentukan oleh jerih payah usahanya, bukan nasabnya, silsilah beliau tercatat memiliki makna penting sebagai teladan.

Berdasarkan data yang terkumpul, KH. Achmad Muzakki Syah memiliki silsilah yang tersambung hingga Rasulullah SAW. Beliau adalah putra Ny. Juma'ati (Hj. Fatimatuz Zahra) binti KH. Syadali, dan jalur keturunannya terus bersambung melalui para Sayyid dan Masyayikh hingga Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.

Membentuk Majelis Dzikir Manaqib Syekh Abdul Qodir Jailani

Amalan dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA, sudah menjadi tradisi keluarga, bahkan telah diistiqomahkan oleh Abah beliau sejak Kyai Muzakki masih dalam kandungan. Selain itu, anjuran dari KH. Abd Hamid Pasuruan turut memantapkan Kyai Muzakki untuk menjadikan amalan ini sebagai sarana dakwah.

Konsep Dzikir Manaqib Al-Qodiri

Dzikir manaqib yang dikembangkan KH. Achmad Muzakki Syah bukanlah tarekat, melainkan lebih berbentuk majelis dzikir atau mujahadah kolektif. Perbedaan mendasar dengan pengamal manaqib lain terletak pada penegasan akidah:

  • Kyai Muzakki meniadakan ucapan seperti "ya sayyidi... ya Syech Abd Qodir... aghisni" karena memandang Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA, hanyalah wasilah (perantara), bukan pemegang otoritas pengabul doa. Otoritas mutlak berada pada Allah SWT semata.

  • Karakteristik khas doanya adalah pengucapan "bilbarakah walkaramah syeh Abdul Qodir waliyulloh bi syafaat Nabi Muhammad bi idznillah waridallohi, ya Allah 3x... innaka ‘ala kulli syaiin qodir... taqdi haajatina... alfatihah." Ini menekankan bahwa permohonan tetap ditujukan kepada Allah, melalui barokah Syekh Abdul Qodir dan syafaat Nabi Muhammad.

Dalam pandangan Kyai Muzakki, tarekat yang diikuti adalah Tarekat Rasulullah ("La toriqoh illa bi thoriqoti Muhammad Rasulillah saw"), yang mencakup segala hal yang dicontohkan Nabi SAW, baik akhlak, keyakinan, ibadah, maupun prinsip hidup.

Persyaratan dalam mengamalkan dzikir manaqib beliau meliputi:

  1. Niat ikhlas lillah billah, lirrosul birrasul.

  2. Berdoa langsung kepada Allah, tidak meminta kepada Syekh Abdul Qodir Jailani.

  3. Mengawali doa dengan taubat, memohon dikuatkan iman, lalu berdoa dengan khusyuk dan penuh keyakinan.

  4. Melakukan wirid dalam keadaan suci, menghadap kiblat, dan dilakukan secara istiqomah.

Perkembangan dan Tujuan

Karena efektivitasnya dalam menyelesaikan berbagai hajat dan masalah, majelis dzikir ini berkembang pesat di 61 wilayah di Indonesia dan luar negeri (termasuk Malaysia, Brunai Darussalam, India, Australia, Mesir, dan Arab Saudi).

Tujuan Umum manaqib ini adalah mewujudkan keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup lahir dan batin, material dan spiritual, di dunia dan akhirat.

Tujuan Khusus meliputi:

  • Bertawassul dengan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA, agar permohonan mudah dikabulkan.

  • Memperoleh berkah dan karamah Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA.

  • Wujud kecintaan kepada para kekasih Allah dan dzurriyah (keturunan) Rasulullah SAW.

Landasan utama kelompok dzikir ini adalah Cinta (mahabbah) kepada Allah. Mereka meyakini bahwa Allah dapat dijangkau dengan mata hati dan cinta, menjadikannya pilar dalam hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, sesama, dan kosmik.

Posting Komentar untuk "Profil KH. Achmad Muzakki Syah"